Pendahuluan
Sistem rujukan Neonatus adalah suatu
sistem yang memberikan suatu gambaran tata cara pengiriman Neonatus resiko
tinggi dari tempat yang kurang mampu memberikan penanganan ke Rumah Sakit yang
dianggap mempunyai fasilitas yang lebih mampu dalam hal penatalaksanaannya
secara menyeluruh ( yaitu mempunyai fasilitas yang lebih, dalam hal tenaga
medis, laboratorium, perawatan dan pengobatan). Dalam rujukan terjadi antara
lain :
1. Penyerahan
tanggung jawab timbal balik perawatan penderita dari suatu unit kesehatan
secara partikal dan horizontal pada unit kesehatan yang lebih mampu,
2. Penyaluran
pengetahuan dan keterampilan dari unit kesehatan yang lebih mampu pada unit
kesehatan yang lebih kecil.
3. Pengiriman
bahan untuk pemeriksaan laboratorium dari unit kesehatan yang kecil pada unit
kesehatan yang lebih mampu dan pengiriman hasil kembali oada unit kesehatan
yang mengirimnya.
Tujuan sistem rujukan neonatus adalah
memberikan pelayanan kesehatan pada neonatus dengan cepat dan tepat,
menggunakan fasilitas kesehatan neonatus seefesien mungkin dan mengadakan
pembagian tugas pelayanan kesehatan neonatus pada unit-unit kesehatan sesuai
dengan lokasi dan kemampuan unit-unit tersebut serta mengurangi angka kesakitan
dan kematian bayi.
Tingkat Perawatan Unit Bayi yang baru
lahir
Berdasarkan faktor resiko dan
kemampuan unit kesehatan, pada dasarnya tingkat perawatan dibagi menjadi :
1. Pelayanan
dasar termasuk didalamnya adalah RS kelas D, Puskesmas dengan tempat tidur,
Rumah Bersalin.
2. Pelayan
spesialistik didalamnya termasuk RS kelas C, RS Kabupaten, RS Swasta, RS
Propinsi.
3. Pelayanan
subspesialistis ialah RS kelas A, RS kelas B pendidikan non pendidikan
pemerintah atau swasta.
Sesuai dengan pembagian diatas maka
unit perawatan bayi baru lahir dapat dibagi menjadi :
1. Unit
perawatan bayi baru lahir tingkat III :
Merupakan penerima rujukan baru lahir
yang lahir dirumah atau pondok bersalin dengan memberi pelayanan dasar pada
bayi yang baru lahir di Puskesmas dengan tempat tidur dan rumah bersalin. Kasus
rujukan yang dapat dilakukan adalah :
Bayi kurang bulan, sidroma ganguan
pernafasan, kejang, cacat bawaan yang memerlukan tindakan segera, ganguan
pengeluaran
©2004
Digitized by USU digital library 1
mekonium disertai kembung dan muntah, Kuning yang
timbulnya terlalu awalatau lebih dari dua minggu dan diare. Pada unit ini perlu
penguasaan terhadap pertolongan pertama kagawatan bayi baru lahir seperti
pengenalan tanda-tanda sindroma ganguan nafas, infeksi atau sepsis, cacat
bawaan yang memerlukan dengan segera, masalah ikterus,muntah, pendarahan, barat
badan lahir rendah dan diare.
2. Unit perawatan bayi
baru lahir tingkat II :
Pada unit ini telah ditempatkan
sekurang-kurangnya empat tenaga dokter ahli dimana pelayanan yang diberikan
berupa pelayanan kehamilan dan persalinan normal maupun resiko tinggi.
Perawatan bayi yang baru lahir pada unit ini meliputi kemampuan pertolongan
resusitasi bayi baru lahir dan resusitasi pada kegawatan selama pemasangan pita
endotrakeal, terapi oksigen pemberian cairan intravena, tetapi sinar dan
tranfusi tukar, penatalaksanaan hipoglikemi, perawatanbayi berat badan lahir
rendah dan bayi lahir dengan tindakan. Sarana penunjang berupa laboratorium dan
pemeriksaan radiologis yang telah tersedia pada unit init disamping telah dapat
dilakukan tindakan bedah segaera pada bayi- bayi oleh karena telah adanya
dokter bedah.
3. Unit perawatan bayi
baru lahir tingkat I :
Pada unit ini semua aspek yang menyangkut dengan
masalah perinatologi dan neonatologi dapat ditangani disini. Unit ini merupakan
pusat rujukan sehingga kasus yang ditangani sebagian besar merupakan kasus
resiko tinggi baik dalam kehamilan, persalinan maupun bayi baru lahir.
Identifikasi neonatus yang akan dirujuk
Telah disebutkan tadi bahwa neonatus yang akan
dirujuk adalah yang tergolong bayi resiko tinggi. Disamping perlu juga
diketahui bahwa neonatus resiko tinggi lahir dan ibu dengan kehamilan resiko
tinggi pula.
Oleh karena itu dalam tahap yang lebih awal
penolong persalinan harusnya dapat mengenali bahwa kehamilan yang dihadapinya
adalah suatu kelahiran resiko tinggi, seperti yang tertera dibawah ini :
1. Ketuban pecah dini
2. Amnion tercemar
mekonium
3. Kelahiran prematur
< 37 minggu
4. Kelahiran post matur
> 42 minggu
5. Toksemia
6. Ibu menderita diabetes
mellitus
7. Primigravida muda
(<17 tahun)
8. Primigravida tua
(>35 tahun)
9. Kehamilan kembar
10. Ketidakcocokan
golongan darah / resus
11. Hipertensi
12. Penyakit jantung pada
ibu
13. Penyakit ginjal pada
ibu
14. Penyakit epilepsi
pada ibu
15. Ibu demam / sakit
16. Pendarahan ibu
18. Lahir dengan seksio segar / ekstraksi vakum / ekstraksi forsep
19. Kecanduan obat-obatan
20. Dicurigai adanya
kelainan bawaan
21. Komplikasi obstetri
lain
©2004
Digitized by USU digital library 2
Bayi Resiko Tinggi
Yang termasuk bayi Resiko Tinggi adalah
1. Prematur / berat badan
lahir rendah (BB< 1750 –2000gr)
2. Umur kehamilan 32-36
minggu
3. Bayi dari ibu DM
4. Bayi dengan riwayat
apnae
5. Bayi dengan kejang
berulang
6. Sepsis
7. Asfiksia Berat
8. Bayi dengan ganguan
pendarahan
9. Bayi dengan Gangguan
nafas (respiratory distress)
Jadi penolong persalinan harus dapat
mengindentifikasi bahwa ibu yang akan melahirkan, kelak akan lahir bayi resiko
tinggi, penolong persalinan dalam hal ini antara lain :
1. Dukun beranak
2. Bidan desa
3. Perawat bidan
4. Dokter Puskesmas /
Dokter umum
5. Dokter di RS kelas D
6. Dokter di RS kelas C
Dalam hal pengindefikasian tersebut yang selalu
lebih banyak mengalami kesukaran adalah dukun beranak, sedangkan bidan ataupun
perawat bidan, lebih mudah oleh karena dalam pendidikannya dahulu telah
diajarkan mengenai persalian dan neonatus resiko tinggi.
Akan tetapi telah dirumuskan bahwa bidan dapat
memberikan alih pengetahuan kepada dukun berupa cara-cara dalam penanganan
kelahiran bayi berupa ketentuan-ketentuan antara lain : bersihkan saluran nafa,
bayi jangan kedinginan, bila perlu nafas mulut ke mulut, semuanya harus bersih
untuk menghindarkan kemungkinan infeksi, perawatan tali pusat dan perawatan
bayi yang benar.
Secara garis besar arah rujukan adalah menurut
arah panah pada gambar yang tersebut di bawah ini namun kadang-kadang terjadi
juga penyimpangan artinya dari uskesmas bisa saja langsung merujuk RS type A
atau type B, oleh karena sesuatu hal misalnya kedudukan RS tersebut lebih dekat
dan sebagainya
©2004
Digitized by USU digital library 3
BIDAN /PERAWAT BIDAN
DUKUN TRAIN / UNTRAIN
PUSKESMAS
RS KELAS D
RS KELAS C
RS KELAS B
RS KELAS A
Kendala
/ masalah
Yang paling banyak menimbulkan masalah rujukan
adalah transportasi terutama fasilitas yang harus ada sewaktu neonatus di
bawah, di samping alat transport. Di samping itu masalah yang lain adalah
masalah geografi jalan-jalan yang harus ditempuh sering merupakan penghambat,
sehingga tak jarang walaupun talag diberikan penerangan tentang rujukan
tersebut kepada orang tua atau kaluarga tetapi akhirnya mereka keberatan anak
bayinya dibawah ke rumah sakit yang lebih mampu, di tambah lagi di tempat
rujukan terbayang kepada mereka berapa lagi uang yang harus di keluarkan untuk
perawatan yang nanti.
Kendala yang lain merupakan pelayanan yang dapat
kita rasakan, adalah sudah sesuai kelas rumah sakitnya dengan fasilitas yang
secara teori harus ada, ini juga merupakan suatu hal yang kadang menyebabkan
rujukan langsung ke RS kelas A atau RS kelas B.
Kepustakaan :
1. Kadri N : Tata kerja
dan desain unit neonatologi. Kumpulan naskah lengkap kongres Perinasia I , Yogyakarta 25-28 Mei 1983.
2. Departement Kesehatan
RI : Sistem Kesehatan Nasional, 1982.
©2004 Digitized by USU
digital library 4
Optimalkan
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
SEPERTI halnya dengan
kasus-kasus kesehatan yang lain, orang dengan gangguan jiwa, penanganannya
dalam lingkup kesehatan/kedokteran. Sebagai orang yang bekerja di lingkungan
kesehatan, saya sedikit mengetahui tentang sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini pemerintah telah mengembangkan sistem pelayanan yang
dikenal dengan sistem referal atau sistem rujukan. Singkatnya, sistem rujukan ialah jaringan pelayanan kesehatan (yankes) yang
mencakup seluruh unit pelayanan kesehatan (terutama pemerintah) secara
berjenjang. Sistem ini menghubungkan antara unit pelayanan kesehatan yang paling depan berupa puskesmas, RSUD sampai RSUP. Kasus-kasus yang tidak bida ditangani oleh unit yankes yang lebih rendah dikirim ke unit pelayanan kesehatan lebih tinggi, sampai mendapatkan penanganan yang memadai. Dengan demikian penanganan kasus kesehatan bisa dilakukan dengan lebih efisien, proporsional dan murah. Rujukan bisa berupa (transfer) pengetahuan, (pengiriman) spesimen untuk pemeriksaan dan juga (pengiriman) pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut, rujukan terjadi dua arah. Dari puskesmas ke RSU (untuk pemeriksaan lebih lanjut) dan sebaliknya (untuk tindak lanjutnya).
Di beberapa tempat sering kita jumpai saudara kita yang (kelihatannya) menderita gangguan jiwa, yang hidup menggelandang, tanpa ada yang menghiraukannya. Dalam kondisi tenang mereka tidak berbahaya, namun pada saat kambuh, mereka bisa bertingkah laku agresif.
Penyandang gangguan jiwa, bisa jadi tidak seluruhnya memerlukan perawatan kedokteran yang spesialistik. Artinya, sebagian di antara mereka cukup diberikan pengobatan yang bisa dilakukan di tingkat puskesmas. Hanya pada kondisi tertentu (yang lebih parah) mereka memerlukan penanganan pengobatan tingkat lanjutan. Dalam hal ini mereka perlu dirujuk ke unit yankes yang lebih tinggi (RSUD) dan apabila diperlukan sampai di tingkat spesialistik (RSU yang sudah ada unit pskiatrinya atau RS Jiwa di Bangli). Jadi, agar kasus Nyoman Laper tidak berulang dan berulang lagi kita perlu meningkatkan kepedulian.
Caranya, pertama, bagi keluarga yang mempunyai anggota dengan gangguan jiwa hendaknya secara teratur memeriksakannya ke unit yankes terdekat. Kasus gangguan jiwa pada tingkat dini dapat ditangani oleh puskesmas (dokter umum).
Kedua, apabila ada warganya menggelandang dengan gangguan jiwa, hendaknya masyarakat lebih peduli. Kepedulian ini dapat ditunjukkan dengan membawanya ke puskesmas terdekat. Apabila dokter setempat menilai kasusnya tidak dapat diatasi, tentu dokter akan merujuknya ke RSUD. Demikian seterusnya, sampai apabila kasusnya tidak dapat diatasi oleh RSUD, tentu akan dirujuk ke unit yankes yang lebih mampu. Sampai akhirnya (apabila diperlukan) dirujuk ke unit psikiater RSU atau RS Jiwa Bangli.
Soal biaya, bagi keluarga yang berkemampuan, tentu keluarga itulah yang berkewajiban membiayainya. Namun bagi keluarga tidak mampu, termasuk gelandangan, biaya yankes ditanggung oleh pemerintah melalui dana JPS yang memang diperuntukkan bagi keluarga miskin.
Gunarto
Dwijoprayitno, SKM
Jl. Waioti No. 7 Tuban, Kuta, Badung
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/10/28/o4.htmJl. Waioti No. 7 Tuban, Kuta, Badung
No comments:
Post a Comment