BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pengarahan Kepala Pusdiklat BKKBN Pusat telah dikemukakan bahwa komponen pendidikan dan latihan sebagai komponen penunjang utama harus sejalan bahkan berdiri dibarisan terdepan dalam persiapan pelaksanaan program di lapangan. Komponen pendidikan dan latihan mempunyai tugas untuk memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada para petugas program. Pendidikan dan latihan merupakan komponen yang ikut bertanggung jawab dan menentukan kemampuan dan ketrampilan para petugas program untuk dapat menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi. Dengan kata lain komponen pendidikan dan latihan mempunyai andil yang besar dalam menentukan keberhasilan program. Oleh karena itu untuk menghasilan petugas-petugas program diperlukan adanya pengembangan dan penyempurnaan program pendidikan dan latihan. Salah satu komponen interaksi edukatif yang dirasakan perlu dikembangkan adalah bahan pengajaran sehingga setiap petugas program mendapatkan materi sesuai dengan kebutuhan program. Bahan pengajaran yang berorientasi kepada tujuan latihan serta mempergunakan metode yang efektif didalam suatu kegiatan proses belajar mengajar dapat menentukan keberhasilan dari pada tujuan yang telah kita rumuskan. Mengingat hal tersebut maka dirasakan perlu adanya bahan pengajaran yang maka dirasakan perlu adanya bahan pengajaran yang sudah disesuaikan baik dengan kebutuhan program maupun dengan tujuan dari mata pelajaran yang telah ditetapkan didalam kurikulum berbagai kategori petugas-petugas program Kependudukan-Keluarga Berencana. Disamping untuk memenuhi kebutuhan tersebut juga dirasakan perlu adanya keseragaman mengenai bahan pengajaran yang disampaikan oleh para pelatih pada semua Balai Diklat Kependudukan–Keluarga Berencana, dimana bahan pengajaran tersebut yang betul-betul telah memenuhi kriteria yang dapat dijadikan standar sebagai bahan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan program. Dengan adanya bahan pengajarn yang telah dijadikan standar para petugas program yang telah mendapatkan latihan di setiap Balai Dilat Kependudukan-Keluarga Berencana mempunyai penghayatan yang sama terhadap program Kependudukan–Keluarga Berencana. Dengan adanya buku sumber untuk masing-masing pelajaran yang diperlukan, maka dapat dihindarkan pula adanya tumpang tindih dalam penyajian bahan-bahan pengajaran pada setiap latihan-latihan petugas program Kependudukan-Keluarga Berencana. Program Kependudukan–Keluarga Berencana juga merupakan sarana untuk mencapai suatu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sesuai dengan kerangka citacita bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai cita-cita tersebut disusunlah suatu kerangka pembangunan termasuk program Kependudukan–Keluarga Berencana. Maka jelaslah bahwa terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab semua warga negara Indonesia dan utuk itu seluruh warganegara perlu mengerti hakekat pembangunan umumnya, kebenaran program Kependudukan-Keluarga Berencana khususnya. Tujuan akhir program Kependudukan–Keluarga Berencana tidak berhasil, tujuan masyarakat bahagia dan sejahtera akan gagal. Maka dari itu untuk seluruh warga Negara Indonesia sangat perlu mengetahui latar belakang dan perkembangan sejarah program Kependudukan–Keluarga Berencana dalam usaha mencapai cita-cita bangsa yang luhur itu. Didalam tulisan ini akan disajikan mengenai latar belakang perannya keluarga berencana di Indonesia, periode-periode perkembangan keluarga berencana di Indonesia dari mulai Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI), Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sampai dengan berdirinya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
BAB II
LATAR BELAKANG LAHIRNYA PROGRAM KB DI INDONESIA
A. SEJARAH LAHIRNYA IDE KB
A. SEJARAH LAHIRNYA IDE KB
Keluarga Berencana sebagai salah
satu usaha untuk mengatasi masalah kependudukan seperti dikemukakan diatas,
pada umumnya orang berpendapat bahwa ide keluarga berencana tersebut adalah
suatu hal yang baru. Pendapat yang demikian ini adalah tidak benar, sebab
keluarga berencana (yang dimaksud disini mencegah kehamilan) sudah ada sejak
jaman dahulu. Memang di Indonesia adanya keluarga berencana masih baru (abad
XX) dibandingkan dengan negara-negara barat.
Dari uraian yang dikemukakan di atas
timbullah pertanyaan “Kapankah terjadinya tanggal sejarah permulaan
didudukkannya alat kontrasepsi sebagai sarana yang bersifat medis dan dilandasi
keilmuan (ilmiah) ?
Sebagai jawaban dari pertanyaan di atas marilah kita
ikuti uraian dibawah ini.
a. Perintis KB di Inggris (MARGARETH SANGER)
a. Perintis KB di Inggris (MARGARETH SANGER)
Keluarga berencana mula-mula timbul
dari kelompok orang-orang yang menaruh perhatian kepada masalah KB, yaitu pada
awal abad XIX di Inggris, keluarga berencana mulai dibicarakan orang. Pada masa
abad XIX sebagian besar kaum pekerja buruh di kota-kota besar di Inggris
mengalami kesulitan dan keadaan hidupnya sangat buruk. Mereka sangat
kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini sebagai akibat dari adanya
undang-undang perburuhan yang belum sempurna., jaminan sosial buruh tidak
mendapatkan perhatian dan jam kerja buruh tidak dibatasi, sehingga hal ini
menambah keadaan keluarga buruh sangat menderita. Disamping itu yang sangat
menyolok adanya waktu untuk istirahat dan rekreasi/hiburan pada buruh sama
sekali hampir tidak ada. Salah satu hiburannya diwaktu istirahat dirumah
hanyalah ketemu keluarganya. Dengan kata lain bahwa hiburan para buruh ketika
itu satu-satunya hanyalah dengan istri.
b. Pengalaman
Margareth Sanger sebagai juru rawat
Sebagai seorang perawat kandungan,
Margareth Sanger banyak menjumpai keluarga-keluarga atau ibu-ibu yang menderita
hidupnya karena banyaknya/seringnya melahirkan. Salah satu pengalamannya
Margareth Sanger sebagai seorang perawat kandungan di Rumah Sakit di New York
adalah seperti dibawah ini :
1.
Peristiwa
Saddie Sachs
Pada tahun
1912 Margareth Sanger mendapatkan pengalaman yang sangat berharga bagi dirinya.
Waktu itu ia menghadapi seorang ibu muda berumur 20 tahun yang bernama Saddie
Sachs. Karena adanya perasaan putus asa dalam merasakan derita pahit getirnya
kehidupan dan juga ketidak-tahuannya, Saddie Sachs telah nekat melakukan
pengguguran kandungannya dengan paksa, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit
selama beberapa hari. Atas perawatan dokter dan juru rawat (termasuk Margareth
Sanger), maka Saddie Sachs sembuh, dan dokter menganjurkan supaya ia jangan
hamil lagi, sebab bila hamil lagi akan membahayakan jiwanya. Mendengar nasehat
dokter yang demikian itu Saddie Sachs menjadi bingung apa yang harus dilakukan,
pada hal ia sudah tidak ingin hamil lagi. Suatu ketika Saddie Sachs
memberanikan diri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai bagaimana
caranya agar supaya ia tidak hamil lagi. Dengan nada sendau gurau dokter
menjawab bahwa Jack Sachs (suami Saddie) disuruh tidur di atas atap. Mendengar
jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanya kepada
Margareth Sanger, tetapi sayang Margareth Singer tidak dapat memenuhi
permintaan serupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri
tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tiga bulan kemudian suami Saddie Sachs
memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan dalam keadaan yang
sangat kritis. Ternyata penederitaan Saddie Sachs seperti yang lalu bahkan
lebih berat lagi, sehingga sebelum dokter datang menolong, ia gugur / meninggal
dunia diatas pangkuan Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran kandungan
yang disengaja yang ia lakukan sendiri secara nekat. Dengan rasa sedih haru dan
kecewa Margareth Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang
sempat ia kumpulkan, lebih kurang demikian : “Wahai para dokter yang budiman,
lihatlah dengan penuh perhatian apa yang ada dipangkuan ini. Ia adalah seorang
ibu, seorang istri yang sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari
ketidak mengertian dari pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih
mengerti terutama anda sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan
melakukan perbuatan nekat yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi
oleh suatu motif yang kuat. Motif tersebut ialah ia tidak menghendaki suatu
kehamilan/kelahiran yang ia tidak ingini. Hal ini ia telah kemukakan pada waktu
persalinan terdahulu, sebagai seorang manusia, ia berhak untuk mengatur
sedemikian rupa. Namun ketidak acuhan dan ketidak mengertianlah akhirnya
merenggut jiwanya. Marilah, wahai para dokter, berbuatlah sesuatu sejak saat
ini belajar dari pengalaman yang pahit ini”. Kiranya kata-kata diataslah
merupakan “api” dari sejarah Margareth Sanger. Dan sejak peristiwa tersebut ia
bergerak hatinya untuk lebih giat memperjuangkan cita citanya dibidang
emansipasi wanita khususnya disektor pengaturan kehamilan.
2.
Perjuangan Margareth Sanger
Dari
pengalaman-pengalamannya sebagai juru rawat, Margareth Sanger mengetahui
benar-benar hausnya ibu-ibu akan bantuan mengenai kontrasepsi karena alasan
ekonomi, kesehatan dan sosial. Dengan segala resiko yang menunggunya, ia terjun
kedalam gerakan Brth Control America pada tahun 1912. Tetapi karena ia sendiri
tidak mempunyai pengetahuan mengenai metodemetode kontrasepsi, maka ia pergi ke
Eropa untuk mempelajari pengetahuan di bidang kontrasepsi, yaitu pada tahun
1913. Sekembalinya dari Eropa, ia menerbitkan bulanan “The Women Rebel”
(Pemberontak perempuan). Tulisannya tentang keluarga berencana, pertama kali
diterbitkan dalam “The Women Rebel” tahun 1914, ia menggunakan istilah Birth
Control, dan bulanan ini dilarang beredar yang dikirim melalui pos (persatuan
Comstock). Buku Margareth Sanger yang berisi metode-metode kontrasepsi adalah
berjudul “Family Limitation” (Pembatalan Keluarga) yang terbit tahun 1914
sesudah bersusah payah mencari orang yang berani menerbitkannya. Penerbitan dan
penyebarannya direncanakan dengan rapi dan rahasia, tetapi segera juga
tertangkap. Namun perkaranya masuh ditangguhkan, dan sementara itu Margareth
Sanger pergi ke Eropa, dimana ia menambah pengetahuannya mengenai metode
kontrasepsi yang terakhir.
Dari uraian
diatas menunjukkan bahwa gerakan keleuarga berencana yang kita kenal sekarang
ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh atau
pelopor-pelopor di bidang itu. Misalnya pada tahun 1921 Marie Stopes membuka
klinik keluarga berencana yang pertama di Inggris (London). Dan kira-kira
sembilan puluh tahun sebelum itu pelopor-pelopor gerakan keluarga berencana
Inggris, Francis Place (1771 – 1953) menulis dan menyebarkan pamplet-pamplet
keluarga berencana dengan sembunyi-sembunyi. Lima tahun sebelumnya yaitu pada
tahun 1916 Margareth Sanger membuka klinik keluarga berencana (Klinik Birth
Control) di Brooklin, New York yang kemudian segera disergap polisi itu, dan
masih banyak lai tokoh atau pelopor pelopor keluarga berencana yang lain baik
di Amerika ataupun di Inggris yang
kesemuanya juga tidak lepas dari tantangan-tantangan seperti yang dialami oleh Margareth Sanger maupun Marie Stopes dan Francis Place. Sekarang kalau direnungkan, mengapa Margareth Sanger namanya lebih semarak dan banyak dikenal orang dari pada Marie Stopes, padahal keduanya sama-sama pelopor pejuang dari keluarga berencana. Hal ini disebabkan Margareth Sanger terus berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak rekan-rekannya yang berada di dalam negerinya sendiri dari dari para bidan-bidan sampai dokter yang sesuai dengan usaha-usahanya itu. Sehingga dari hasil kerja sama itu, usaha Margareth Sanger berkembang terus sampai ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebaliknya Marie Stopes tidak demikian, sehingga namanya makin tenggelam. Dengan demikian tepatlah kalau dikatakan bahwa sebagai tonggak permulaan sejarah keluarga berencana adalah Margareth Sanger.
BAB III
PERKEMBANGAN KELUARGA BERENCANA DAN PROGRAM
KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
A.
PERIODE PERINTISAN DAN KEPELOPORAN SEBELUM TAHUN 1957
Di dalam bab
II telah dikemukakan bahwa sebagai salah satu usaha untuk mengatasi
pengendalian bertambahnya penduduk yang telah dikemukakan oleh para pengikut
Maltus adalah Birth Control. Disamping itu Birth Control ini juga telah
dikembangkan oleh Margareth Sanger di dalam usahanya untuk membatasi kelahiran
sehingga kesehatan ibu dan anak dapat dipelihara dengan baik. Usaha membatasi
kelahiran (Birth Control) sebenarnya secara individual telah banyak dilakukan
di Indonesia. Diantaranya yang paling banyak diketahui adalah cara-cara yang
banyak digunakan di kalangan masyarakat Jawa. Oleh karena penelitian mengenai
hal ini banyak dilakukan di Jawa. Tetapi bukan berarti daerah-daerah di luar
Jawa tidak melakukannya, misalnya seperti di Irian Jaya, Kalimantan Tengah, dan
sebagainya. Jamu-jamu untuk menjarangkan kehamilan juga banyak dikenal oleh
orang, meskipun ada usaha untuk menyelidiki secara ilmiah ramuan-ramuan
tradisionil itu. Salah satu diantaranya yang banyak dipakai dipedesaan di Jawa
adalah air kapur yang dicampur jeruk nipis. Khususnya di daerah Temanggung
dikenal ramuan yang terdiri dari laos pantas yang dicampur gula aren dan garam,
jambu sengko dan sebagainya. Dari penelitian di Temanggung, diperoleh
keterangan-keterangan tentang caracara pencegahan kehamilan lainnya seperti
absistensi (asal dan juga cara semacam doucke atau mobilas liang sanggama
setelah persenggamaan yang disebut wisuh. Namuan dikenal juga cara seperti
urut, yang dimaksud untuk menggugurkan kandungan. pantang), Juga semacam
rumusan seperti ragi, tapai, pil kina atau minuman keras yang dikenal sebagian
ramuan-ramuan untuk menggugurkan. Sementara itu ilmu pengetahuan berkembang
terus. Termasuk juga ilmu kedokteran. Apabila tidak menghendaki lagi kelahiran
bayi, maka proses kehamilan itulah yang harus lebih dahulu dicegah. Angka
kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi. Begitu pula dengan kematian
ibu-ibu pada waktu melahirkan, hal mana kiranya tak akan terjadi seandainya
orang sudah mulai merencanakan keluarganya dan mengatur kelahiran. Inilah yang
telah menyebabkan sejumlah tokoh-tokoh sosial menjadi lebih bertekad untuk
berusaha mengatasi keadaan yang menyedihkan itu. Dan niat itu memang sudah lama
terkandung dalam hati banyak orang di kalangan masyarakat Indonesia, terutama
para ibu rumah tangga, yang menganggap penjarangan kehamilan itu sangat penting
demi kesehatan mereka.
B. PERIODE PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN
B. PERIODE PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN
1. L.K.B.N. (Lembaga Keluarga Berencana Nasional)
Setelah
sejak berdirinya PKBI pada tahun 1957 melaksanakan usaha-usahanya dengan segala
kesulitan-kesulitan yang dihadapi baik di dalam menyebar-luaskan gagasannya
kepada masyarakat maupun di dalam menghadapi reaksi-reaksi pemerintah maka pada
akhirnya kongres Nasional I PKBI mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :
- PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan mengenai Keluarga Berencana yang akan menjadikan program pemerintah
- PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai program pemerintah segera dilaksanakan
- PKBI sanggup untuk membantu Pemerintah dalam melaksanakan program
keluarga berencana sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Pernyataan ini disampaikan oleh suatu delegasi PKBI kepada pemerintah yang diwakili oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid Rupanya pernyataan PKBI ini disampaikan tepat pada waktunya dimana suasana sudah lebih menguntungkan untuk perkembangan Keluarga Berencana sebagai Program Nasional yaitu dimana tahun tersebut yaitu 1967 Indonesia menandatangani Declaration of Human Rights. Declarasi tersebut antara lain telah menerima revolusi yang pada pokoknya mendukung gagasan bahwa adalah hak azasi manusia untuk menentukan jumlah anak yang dikehendakinya. Suatu negara yang turut menandatangani Dokumen International harus dengan sendirinya mentaati segala ketentuannya. Jiwa Deklarasi tersebut tercakup dalam pidato yang diucapkan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1968 di depan sidang DPRGR. Dalam pidato itu dinyatakan juga bahwa pertambahan penduduk di Indonesia adalah sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan akan tidak seimbang lagi dengan persediaan pangan, baik yang dihabiskan sendiri maupun yang diperoleh dari luar negeri. Sebagai langkah pertama, oleh Menteri Kesejahteraan Rakjat, Dr. K.H. Idham Cholid, dibentuk suatu panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan-kemungkinan Keluarga Berencana dijadikan Porgram Nasional. Dalam pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Panitia Ad Hoc pada bulan Februari 1968, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968, keluarlah Instruksi Presiden No.26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang isinya antara lain :
1.
Untuk
membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspek yang ada di dalam
masyarakat di bidang Keluarga Berencana
2.
Mengusahakan
segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala
kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah
dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menteri
Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan
nomor 36/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan team yang akan mengadakan
persiapan bagi pembentukan sebuah lembaga keluarga berencana. Dalam team ini,
PKBI diwakili oleh (Ny.) RABS Sjamsjuridjal, (Ny.) O. Djoewari dan Prof
Soewono. Sebelumnya pada tanggal 3 Oktober 1968 di Jakarta telah diadakan
pertemuan oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa Menteri lainnya
serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha keluarga berencana.
Dalam pertemuan ini PKBI pun mengirimkan wakilnya. Sebagai hasil dari pertemuan
itu, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 17
Oktober 1968 tentang pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN)
yang mempunyai tugas pokok mewujudkan kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat
pada umumnya dengan cara:
- menjalankan koordinasi-integrasi, sinkronisasi dan simplikasi usaha-usaha keluarga berencana.
- mewujudkan saran-saran yang diperlukan kepada Pemerintah mengenai keluarga berencana sebagai program nasional
- mengadakan/membina kerjasama antara Indonesia dan negeri dalam bidang Keluarga Berencana, selaras dengan kepentingan Nasional.
- Mengusahakan perkembangan keluarga berencana atas dasar sukarela dalam arti seluas-luasnya termasuk pengobatan kemandulan, nasehat perkawinan dan sebagainya. Wakil PKBI yang duduk dalam pimpinan LKBN ialah Prof. Soewono sebagai wakil ketua I, (Ny.) O. Djoewari sebagai sekretaris umum dan (Ny.) RABS Sjamsjurdijal sebagai bendahara. Pada tanggal 17 Oktober 1968 itu juga, Menteri Kesejahteraan Rakyat mengangkat anggota Badan Pertambangan Keluarga Berencana Nasional yang terdiri dari 16 orang, dimana PKBI diwakili oleh Nani Soewondo SH. Tampaklah dengan jelas bahwa mulai 1968 kegiatan keluarga berencana sudah didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan dengan demikian PKBI dalam kegiatannya tidak lagi diliputi keragu-raguan.
2. BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
(BKKBN)
Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Pemimpin-Pemimpin Dunia tentang kependudukan. Walaupun demikian untuk menetapkan keluarga berencana sebagai program nasional pemerintah sangat berhati-hati, karena masalah ini menyangkut masalah budaya bangsa. Oleh karena itu sebagai langkah pertama Menteri Kesejahteraan Rakyat yaitu : Dr. Idham Cholid dibentuk suatu panitia Ad Hok yang bertugas mempelajari kemungkinan-kemungkinan keluarga berencana dijadikan program nasional. Dalam pertemuan antara Presiden dengan Panitia Ad Hok pada bulan Februari 1968, Presiden menyatakan bahwa Pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968 keluarlah Instruksi Persiden nomor 26 tahun 1968, kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang isinya antar alain :
1. Untuk membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang keluarga berencana.
2. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana serta terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan surat keputusan nomor 35/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan suatu lembaga keluarga berencana. Setelah memulai pertemuan lebih lanjut oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat usaha keluarga berencana, maka dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN pada tanggal 17 Oktober 1968 dengan Surat Keputusan nomor 36/- Kpts/Kesra/X/1968 yang berstatus lembaga semi pemerintah. Fungsi dari pada lembaga ini pada dasarnya mencakup dua hal yaitu :
1. Mengembangkan keluarga berencana
2. Mengelola segala jenis bantuan
Sedangkan susunan organisasinya terdiri atas :
1. Badan Pertimbangan Keluarga Berencana Nasional (BPKBN)
2. Pimpinan Pelaksanaan Keluarga Berencana (dari tingkat Pusat sampai dengan Tingkat II)
Dilihat dari struktur organisasinya, maka LKBN ini masih menonjol sifat organisasi kemasyarakatannya, karena memang saat ini fungsi utamanya adalah untuk mengembangkan keluarga berencana agar dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat. Juga untuk maksud ini pula duduklah tokoh Islam terkenal yaitu H.S.M Nazaruddin Latif dalam pengurusamn LKBN, untuk ikut menangani persoalan Keluarga Berencana dari segi-segi keagamaan, khususnya Agama Islam. Selama periode LKBN ini, makam proses pengenalan Keluarga Berencana kepada masyarakat berlangsung sangat memuaskan, dan boleh dikatakan tidak ada tantangan dari masyarakat secara berarti ; sehingga Pemerintah berkesimpulanbahwa masyarakat telah siap untuk menerima program keluarga berencana adalahsebagian integral dari Pembangunan Lima Tahun (Repelita I). Oleh karena itu setelah satu tahun kemudian, Pemerintah memutuskan bahwa sudah pada saatnya mengambil alih progam keluarga berencana menjadi program pemerintah seutuhnya / sepenuhnya. Namun walaupun demikian masih harus tetap disadari bahwa keluarga berencana ini bukan hanya persoalan medis saja tetapi menyangkut masalah sosial, sehingga organisasi yang akan menangani masalah ini nanti haruslah tetap mempertimbangkannya masalah ini dalam operasional selanjutnya. Dengan alasan tersebhut diatas maka program Keluarga Berencana dijadikan program nasional. Sedangkan untuk mengelolanya dibentuklah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dengan keputusan Presiden Nomor 8 tahun 1970. Selain itu dasar pertimbangan pembentukan BKKBN ini juga didasarkan atas bahwa :
1. Program keluarga berencana nasional perlu ditingkatkan dengan jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia.
2. Program perlu digiatkan pula dengan pengikut sertaan baik masyarakat maupun pemerintah secara maximal
3. Program keluarga berencana ini perlu diselenggarakan secara teratur dan terencana kearah terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Badan ini mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
1. Menjalankan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi terhadap usaha-usaha pelaksanaan program keluarga berencana nasional yang dilakukan oleh Unit- Unit Pelaksana.
2. Mengajukan saran-saran kepada Pemerintah mengenai pokok kebijaksanaan dan masalah masalah penyelenggaraan program Keluarga Berencana Nasional.
3. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana atas dasar pokok-pokok kebijaksanaan yang ditetap kan oleh Pemerintah.
4. Mengadakan kerja sama antara Indonesia dengan Negara-negara Asing maupun Badan-badan Internasional dalam bidang keluarga berencana selaras
dengan kepentingan Indonesia dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
5. Mengatur penampungan dan mengawasi penggunaan segala jenis bantuan yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapka oleh Pemerintah.
Dalam Keppres Nomor 8 tahun 1970 itu disebutkan bahwa penanggung jawab umum penyelenggaraan program keluarga berencana nasional ada di tangan Presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat dibantu oleh Dewan Pembimbing Keluarga Berencana Nasional. Anggota Dewan Pembimbing terdiri dari :
a. Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat, sebagai Ketua merangkap anggota
b. Menteri Kesehatan, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
c. Menteri Dalam Negeri sebagai anggota
d. Menteri Pertahanan Kemanan, sebagai anggota
e. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai anggota
f. Menteri Penerangan, sebagai anggota
g. Menteri Agama, sebagai anggota
h. Menteri Sosial, sebagai anggota
i. Menteri Keuangan, sebagai anggota
j. Ketua Bappenas, sebagai anggota
k. Ketua Perkumpulan Keluarga Berecana Indonesia
Pada Pelita I yaitu tahun 1969-1974 daerah program Keluarga Berencana meliputi 6 propinsi Jawa Bali yaitu : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Keenam Propinsi tersebut merupakan daerah yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, maka merupakan daerah perintis pertama dari program BKKBN. Ditiap Propinsi telah terbentuk BKKBN Propinsi, serta secara berangsur-angsur pula dibentuk BKKBN Kabupaten/Kotamadya. Penyelenggaraan program didaerah berjalan sangat lancar, dan dapat menggerakkan seluruh potensi daerah. Hal ini adalah berkat kebijaksanaan BKKBN Pusat, yang menitipkan program nasional itu kepada para Gubernur, di mana Gubernur dinyatakan sebagai Penanggung Jawab Program. Demikian pulapara Bupati untuk Kabupaten didaerahnya masing-masing. Dengan demikian secara organisatoris nampak adanya pendelegasian dari Pusat ke Daerah-Daerah.Oleh karena itu dalam menyelenggarakan program di daerah, BKKBN Propinsi maupun BKKBN Kabupaten mendapat dukungan dari semua Aparat Pemerintah Daerah. Faktor ini kiranya yang merupakan kunci dan keberhasilan program. Dari segi ketenagaan, maka pada periode tahun 1970-1972 (periode Keppres nomor 8 tahun 1970). Tenaga-tenaga yang merupakan motor penggerak dalam mengkolordinasikan program K.B adalah tenaga-tenaga dari departemen /Instansi lain yang diperbantukan pada BKKBN, baik di pusat maupun di daerah. Tenaga-tenaga perbantuan tersebut mulai dari tingkat Pimpinan, Pejabat-Pejabat Teras dan beberapa tenaga staf, ada yang sudah full time tetapi ada pula yang masih part time bertugas di BKKBN. Beberapa tenaga administrasi di Kantor BKKBN seperti tenaga usaha, juru tik, pengemudi dan pesuruh, banyak sudah merupakan tenaga yang diadakan oleh BKKBN sendiri tetapi statusnya masih merupakan tenaga honorer karena saat itu BKKBN belum mempunyai formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pada masa permulaan program pendekatan keluarga berencana umumnya masih bersifat klinis. Namun kemudian dirasakan perlunya pendekatan kemasyarakatan dengan motivasi secara massal, kelompok maupun individual. Maka pada tahun1972 proyek PLKB dialihkan dari PKBI ke BKKBN dan dilola oleh BKKBN dengan SK Ketua BKKBN nomor : 02/Kpts/BKKBN/I/73 pada tanggal 8 Januari 1973.Dengan demikian proyek tersebut dapat diperluas untuk seluruh Jawa Bali. Dalam salah satu pasal DK nomor 02/Kpts/BKKBN/I1973 menyebutkan bahwa pada dasarnya sasaran keluargga berencana ditujukan pada masyarakat banyak dengan harapan agar mereka merubah sikap hidup dengan keluarga besar ke arah kebiasaan hidup dengan keluarga yang direncanakan dengan rasa penuh tanggung jawab. Untuk memenuhi sasaran tersebut perlu adanya usaha-usaha penyebaran ide-ide KB yang menyeluruh, antara lain melalui Petugas Lapangan KB yang secara intensif dan sistimatis melakukan kegiatan motivasi dari rumah ke rumah para pasangan usia subur untuk menjadi akseptor KB. Biro Proyek PLKB BKKBN dari tahun ke tahun meningkatkan terus usahanya untuk mendapatkan status yang lebih mantap. Pada bulan Juli 1975 keluarlah Surat Keputusan Ketua BKKBN nomor : 200/Kpts/VII/1975. Nama Biro Proyek PLKB berubah dengan nama Biro Proyek Khusus, sesuai dengan nama Biro yang tercantum dalam Keppres 33/1972.Pada tahun 1972 terbitlah Keputusan Presisden nomor 33 tahuhn 1972 telah diperjelas yaitu Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah Presiden, dengan fungsi :
1. Membantu Presiden dalam menetapkan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Keluarga Berencana Nasional.
2. Mengkoordinir pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional. Sedangkan tugas pokoknya mencakup :
a. Memberikan saran-saran kepada Pemerintah mengenai masalah-masalah penyelenggaraan Program Keluarga Berencana Nasional
b. Menyusun Program Keluargga Berencana Nasional dan Pedoman Pelaksanaan atas dasar kebijaksanaan Pemerintah
c. Menjalankan koordinasi dan supervisi terhadap ushaa-usaha Pelaksanaan Keluarga Berencana Nasional yang dilakukan oleh Unit-unit Pelaksana
d. Menjalankan koordinasi dan supervisi terhadap segala jenis bantuan dari dalam maupun dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
e. Mengadakan kerjasama dengan Negara-negara Asing maupun badan-badan Internasional dan bidang keluarga berencana selaras dengan kepentingan
Indonesia menurut prosedur yang berlaku.
Sedangkan tata kerjanya ialah bahwa Penanggung jawab umum penyelenggaraan Program KB Nasional ada di tangan Presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya presiden dibantu oleh Dewan Pembimbing KB Nasional, yang anggotanya terdiri dari beberapa Menteri.Koordinasi penyelenggraan Program KB Nasional dilakukan oleh Unit-Unit Pelaksana yang terdiri atas Departemen-Departemen /Instansi Pemerintah dan organisasi masyarakat. Unti Pelaksana-Unit Pelaksana mempunyai tugas menjalankan, menyerasikan dan mengembangkan usaha-usaha KB sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam ruang lingkup serta bidangnya masing-masing,dan berkweajiban menyampaikan laporan-laporan tentang kegiatan-kegiatan kepada Ketua BKKBN. Ketua BKKBN dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Untuk dapat membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya sehari-hari Ketua BKKBN didampingi oleh Team Pertimbangan Pelaksanaan Program atau TP3 yang anggotanya terdiri atas Sekretaris Jenderal dan beberapa Departemen. Dengan organisasi dan tata kerja baru tersebut program yang mula-mula berorientasi pada klinik dan sekitarnya telah berkembang ke arah pendekatan kemasyarakatan, terutama pendekatan dengan munculnya pos KB, Sub Klinik, sistem Banjar dan sebagainya yang kesemuanya dengan keseragaman nama
Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD). Disamping itu telah bermunculan pula adanya kelompok-kelompok KB. Hal ini merupakan perwujudan perpaduan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.
Dalam garis-garis besar haluan negara (GBHN) menurut TAP MPR 1973 telah ditetapkan garis kebijaksanaan umum kependudukan yang antara lain isinya :
- Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui Program KB, yang mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang. Pelaksanaan KB ditempuh dengan cara-cara sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan, terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Pelaksanaan Program KB terutama di Jawa dan Bali perlu ditingkatkan, khususnya agar dapat mencapai masyarakat pedesaan seluas-luasnya. Disamping kesempatan untuk melaksanakan KB di daerah-daerah lain perlu mulai dikembangkan sehingga membantu peningkatan kesejahteraan keluarga di daerah-daerah tersebut melalui tersedianya fasilitas-fasilitas KB. Sasaran KB hendaknya meliputi seluruh lapisan masyarakat atas dasar sukarela. Oleh karena itu kesediaan untuk melakukan KB pada akhirnya adalah suatu proses perubahan sikap hidup masyarakat, maka dalam Pelita III kegiatan pendidikan dan latihan KB tidak lagi hanya terbatas pada pendidikan dan latihan para tenaga pelaksana tekhnis program KB, melainkan akan makin dikembangkan pada usaha-usaha pendidikan masalah kependudukan.
- Guna mendukung tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran program KB dalam Pelita II, koordinasi antara Departemen, kegiatan-kegiatan penerangan, penelitian mengenai motivasi dan sebagainya, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang pelaksanaan program KB perlu lebih ditingkatkan lagi. Untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh dengan dua pendekatan yang Integral, yaitu :
a. Untuk menurunkan tingkat kelahiran secara langsung melalui pendekatan KB dengan menggunakan kontrasepsi.
b. Usaha menurunkan tingkat kelahiran secara tidak langsung melalui pola kebijaksanaan kependudukan yang Integral (beyond family planning). Program-program integral (beyond family planning) sejak tahun 1974 dengan dimulainya program terpadu KB dengan KIA di Mojokerto, tahun 1975 mulai dibahas kemungkinan program terpadu KB-Gizi, KB-Cacing di Serpong dan Sawahlunto. Program-program integral ini terutama muncul setelah Rakernas th. 1974 di Hotel Horison Jakarta, Dr. Haryono, Deputi III Ketua mencetuskan 3 fase program berdasarkan atas pencapaian peserta aktif yaitu :
1. Fase I. Perluasan jangkauan dengan pencapaian peserta aktif di bawah 15%
2. Fase II. Pembinaan dan pencapaian peserta aktif di atas 15% kurang dari 35%
3. Fase III. Pelembagaan dengan pencapaian peserta aktif di atas 35%. Pada fase III ini di mana para peserta KB telah sedemikian banyak perlu didukung dengan program-program yang dapat menunjang kehidupan mereka, agar tidak menjadi dropout.
Pada akhir 1974 telah tumbuh di berbagai daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DIY kelompok-kelompokakseptor KB. Hal ini mula-mula disebabkan dibutuhkan depot atau pos untuk memberi re-supply kontrasepsi nori IUD dan juga jauhnya Puskesmas dan klinik KB dari tempat tinggal para akseptor KB. Pada program review di Surabaya tahun 1975 kelompok-kelompok akseptor tersebut diastukan namanya dengan Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD). Namun identitas daerah tetap hidup, maka di Bali terdapat PPKBN Sistim Banjar, di Jawa Timur PKBD (pembina KB Desa) di Jawa Tengah Sub Klinik Desa, diJawa Barat dan DKI Jakarta Pos KB Desa dan di DIY PPKBD APSARI (Akseptor Setahun Lestari). Hal ini merupakan perwujudan perpaduan kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat. Demikianlah pula perluasan program telah mencakup daerah luar Jawa Bali dengan dibukanya BKKBN di sepuluh propinsi luar Jawa Bali I yaitu : DI Acech, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan NTB. Program yang makin pesat, pengelolaan terasa semakin kompleks, hubungan tata cara kerja semakin rumit, maka terulanglah kembali sejarah, mulai timbul pendapat-pendapat bahwa organisasi yang ada telah tidak lagi menampung perkembangan program. Maka oleh Ketua BKKBN dibentuk Team Penyempurnaan Organisasi dan Tatacara Kerja. Setelah diadakan pembahasan lebih lanjut dengan Menteri Negara Penerbitan Aparatur Negara (Menpan), maka akhirnya pada tanggal 6 Nopember 1978 tentang Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kedudukan BKKBN dalam Keppres tersebut adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dengan tugas pokok mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordiknis pelaksanaan program KB Nasional dan Kependudukan yang mendukungnya baik di tingat Pusat maupun di tingkat Daerah, serta mengkoordinir pelaksanaannya di lapangan. Dengan Keppres 38 tahun 1978 BKKBN bertambah besar jangkauan programnya tidak lagi terbatas hanya KB tetapi juga program Kependudukan.
Maka dalam organisasi BKKBN ditambah satu Deputy Kepala Bidang Kependudukan. Pada tahun I Pelita III tahun 1979/1980 jangkauan BKKBN ditambah ke seluruh Indonesia dengan memasukkan 11 Propinsi Luar Jawa Bali II yaitu : Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Irian Jaya, Timor-Timur, Riau, Jambi, & Bengkulu
BAB IV
KESIMPULAN
Masalah kependudukan adalah suatu masalah yang dihadapi semua bangsa. Masalah yang dianggap mendesak adalah perkembangan penduduk. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap perkembangan penduduk. Teori-teori tersebut pada hakekatnya mencari pemecahan tentang perkembangan penduduk yang cenderung meningkat lebih cepat dari pada kebutuhan hidup. Orang yang petama-tama mengemukakan teorinya yang menyatakan bahwa jumlah penduduk cenderung meningkat secara deret ukut sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara deret hitung. Untuk mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan makanan, Malthus mempunyai dua jalan yaitu preventive checks dan positive checks. Teori Malthus mengandung beberapa kelemahan, akan tetapi bagaimanapun juga menarikperhatian dunia. Hal itu disebabkan Malthuslah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah. Terhadap teori Malthus ada yang setuju maupun menolak. Ada juga yang setuju dengan perubahan-perubahan. Berdasarkan teori Malthus yang direvisi pengikut-pengikutnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah jiwa penduduk harus dengan Birth Control dengan menggunakan alat kontrasepsi. Setelah Thomas Robert Malthus sebagai pelopor pertama yang memikirkan masalah kependudukan, maka pada abad yang bersamaam juga di Inggris seperti Francis Placec (1771-1854) dan Marie Stopes (1880-1958) dan masih banyak lagi tokoh/pelopor-pelopor yang lain sangat besar sekali jasanya di dalam mengembangkan pemecahan masalah kependudukan di dunia, yaitu dengan jalan mengadakan gerakan keluarga berencana.Begitu juga di Amerika sumbangan terhadap gerakan Keluarga Berencana dari seorang tokoh yang sangat dikenal bernama margaret Sanger (1883-1966).Dari pengalaman-pengalamannya sebagai juru rawat, Margaret Sanger mengetahui benarbenar hausnya ibu-ibu akan bantuan mengenai kontrasepsi karena alasan ekonomi, kesehatan dan sosial. Ia menghadapi ibu-ibu yang putus asa, dan kemudian menemui ajalnya sebagai akibat aborsi yang dilakukan ibu-ibu itu. Dari pengalamannya sebagai juru rawat yang dirasakan sangat berharga tersebut, kemudian ia terjun dalam gerakan Birth Control di Amerika. Walaupun banyak rintangan-rintangan yang dialami di dalam mengembangkan gerakan Birth Control, namun ia tidak putus asa, dan secara terus-menerus dengan mengajak para bidan, dokter bahkan berhasil menghimpun organisasi-organisasi di Amerika maupun di luar Amerika yang bergerak di bidang keluarga berencana, yang sebagai puncaknya, pada tahuhn 1925 ia berhasil membentuk International Federation of Birth Control Leagues. Dan pada tahun 1948 ia juga aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood, yang pada tahun 1952 mengadakan konperensinya di New Delhi. Dari konperensi ini diresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation yang diketuai oleh Margaret Sanger sendiri bersama Lady Rama dari India. Dari sini akhirnya KB berkembang ke seluruh dunia.
Tujuan Program Keluarga
Berencana secara makro untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan
menurunkan angka kelahiran, secara mikro mewujudkan ketahanan keluarga dan
kesejahteraan masyarakat, yang diwujudkan dalam kegiatan sebagai berikut
:
- Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan
- Pengaturan kelahiran
- Pembinaan ketahanan keluarga
- Peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
- Meningkatkan koordinasi dan peran serta aparatur
serta masyarakat sehingga mampu mewujudkan koordinasi dalam membangun
Keluarga Berencana
- Meningkatkan peran penyuluh dalam peningkatan
capaian program
No comments:
Post a Comment